Jalan Panjang Penutupan kawasan objek wisata perluasan Arcamanik (Bagian-1)

“Perluasan Arcamanik akan ditutup para Pedagang Kaki Lima (PKL) tidak diperbolehkan lagi berjualan di kawasan perluasan Arcamanik mulai tanggal 4 September 2011.”


Begitu kira-kira bunyi spanduk yang terpampang dijalan Golf Timur Arcamanik dan dipertigaan jalan perluasan Arcamanik. Para PKL sudah disosialisasikan melalui pengeras suara dan dari mulut ke mulut oleh para petugas (Satgas) PKL di perluasan Arcamanik dua minggu sebelum masa berakhirnya berjualan di perluasan. Para PKL kebingungan mau berjualan di mana lagi setiap minggunya selain di tempat tersebut. Para pedagang banyak menggantungkan sandaran penghasilan tambahannya di hari minggu, karena penghasilan mereka sehari-harinya tak sebanyak seperti apa yang mereka dapatkan di hari itu. Oleh karenanya mereka sangat berharap agar warga yang menolak keberadaan mereka dapat berpikir ulang untuk membatalkan rencananya menutup kawasan objek wisata belanja di perluasan Arcamanik.
Ketika saya coba menelusuri sebab-sebab dari penolakan sebagian warga akan keberadaan kawasan belanja di perluasan arcamanik, ternyata alasan yang mereka kemukakan adalah klasik. Yaitu munculnya kemacetan di sepanjang ruko yang dipakai oleh para pedagang menjajakan barang dagangannya. Keberadaan para pedagang pendatang yang menempati area tengah (jalan tengah) yang seharusnya tidak diperuntukan untuk berjualan menjadi sumber alasan penolakan sebagian warga. Akibat dari penuhnya sepanjang jalur tengah di antara ruko2 tersebut menjadikan kawasan perluasan menjadi semrawut, para pejalan kaki yang akan berbelanja atau sekedar melalui jalan tersebut menjadi terhambat lajunya akibat ikut berjejal dengan pejalan kaki lainnya karena jalanan menyempit. Sebenarnya jalur tengah tersebut memang tidak diperbolahkan dipakai untuk berjualan, hanya karena semakin bertambahnya para PKL yang baru yang ingin ikut mencari nafkah di sana kemudian mereka tidak mempunyai alternative tempat untuk berjualan, ditambah dengan ketidaktegasan para pegurus dan Satgas akhirnya, para PKL yang menempati di jalur tengah seperti di beri ‘angin’ untuk terus menempati lahan yang seharusnya tidak mereka tempati. Sebenarnya ada larangan secara lisan dari petugas Satgas agar mereka tidak berjualan di sana, tetapi karena ketidaktegasan dan tidak kompaknya antara pengurus dan satgas di lapangan sehingga para PKL yang baru tetap menempati jalur tersebut.
KEberadaan PKL pendatang yang memenuhi jalur tengah pun memicu alasan lain sebagian warga di kawasan arcamanik untuk mengakhiri keberlasungan kawasan objek wisata tersebut, hal itu karena kendaraan mereka tidak bisa melewati jalur tersebut, sehingga mereka harus berkeliling mencari jalur alternative lain atau malah tidak bisa melewati jalan yang sudah ‘kadung’ dipadati para pedagang PKL tersebut. Mungkin keinginan sebagian kecil warga arcamanik ingin ‘mengusir’ para pkl tersebut sudah sejak lama karena alasan di atas tidak bisa terlaksana ada sebuah moment yang dijadikan dasar pijakan yang kuat untuk memuluskan niatan mereka yaitu ketika ada seseorang yang meninggal dalam perjalanan mobil ambulance menjadi terhambat laju karena adanya aktivitas perdagangan pasar tumpah di perluasan sehingga orang tersebut tutup usia di tengah jalan. Kejadian tersebut menjadi modal penting bagi mereka untuk membahas kembali penutupan kawasan pasar tumpah arcamanik.
Setelah melalui berbagai jalan musyawarah diantara para pengurus dan warga yang merasa terganggu akhirnya diputuskan agar Para PKL tidak lagi berjualan setelah tanggal 4 September 2011. Dan surat keputusan tersebut melibatkan muspika setempat diantaranya kecamatan, kelurahan dan forum RW Arcamanik.

~ oleh destaji pada September 14, 2011.

Tinggalkan komentar